Diberdayakan oleh Blogger.
Home » » PENGARUH TINGKAT PENGUNGKAPAN LAPORAN KEUANGAN TERHADAP MANAJEMEN LABA DENGAN KUALITAS AUDIT SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI

PENGARUH TINGKAT PENGUNGKAPAN LAPORAN KEUANGAN TERHADAP MANAJEMEN LABA DENGAN KUALITAS AUDIT SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI

Kontribusi Penelitian
Kontribusi Teoritis
1. Bagi peneliti berikutnya, penelitian ini diharapkan bisa dijadikan referensi untuk riset yang akan datang.
2. Bagi civitas akademika, penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan memberikan sumbangan konseptual dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan untuk perkembangan dan kemajuan dunia pendidikan.
3. Bagi pengembangan ilmu akuntansi, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya materi pembelajaran terkait dengan tingkat pengungkapan laporan keuangan, manajemen laba serta kualitas audit.

Kontribusi Praktis
1. Bagi akademisi, sebagai materi proses pembelajaran dibidang akuntansi keuangan dan pasar modal berkaitan dengan tingkat pengungkapan laporan keuangan, manajemen laba dan kualitas audit.
2. Bagi peneliti, sebagai salah satu acuan dalam pengembangan penelitian selanjutnya.
3, Bagi investor, diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu masukan dalam pengambilan keputusan investasi saham, terutama dalam menilai kualitas laba yang dilaporkan dalam laporan keuangan.
4. Bagi pengelola pasar modal, hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan tambahan dalam pengambilan keputusan mengenai sejauh mana pengungkapan yang diharuskan bagi para emiten dengan mempertimbangkan asas biaya dan manfaat yang ditimbulkan.

5. Bagi manajemen perusahaan, sebagai bahan pertimbangan bagi pihak manajemen mengenai pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengungkapan laporan keuangan.

Kontribusi Kebijakan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti empiris yang bisa dijadikan sebagai masukan bagi pembuat kebijakan atau regulasi (Bapepam dan IAI) untuk menilai apakah perlu menambah, mengembangkan atau mengubah kebijakan tentang pengungkapan yang
Manajemen Laba
Manajemen laba merupakan tindakan manajemen untuk memilih kebijakan akuntansi dari suatu standard tertentu dengan tujuan memaksimalkan kesejahteraan dan atau nilai pasar perusahaan (Scott, 1997: 368).
Manajemen laba dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu ”good side earnings management” dan “bad side earnings management”. Berdasarkan sudut pandang ”good side earnings management”, manajemen laba dapat dilihat dari dua perspektif yaitu perspektif kontraktual dan perspektif pelaporan keuangan. Sementara “bad side earnings management” terjadi saat manajer menggunakan GAAP untuk melakukan manajemen laba yang terlalu jauh dengan berperilaku oportunistik terhadap kontrak yang ada, sehingga dapat merugikan perusahaan dalam jangka panjang (Handajani et al., 2009). Peneliti dalam penelitian ini lebih memandang manajemen laba dari sudut pandang bad side earning management. Pemisahan antara kepemilikan dan pengendalian dalam perusahaan bersamaan dengan asimetri informasi di dalam perusahaan semakin memperluas kemungkinan tindakan oportunistik oleh manajer yang mempunyai tujuan berbeda dengan stakeholders, dan setiap pihak ingin memaksimalkan kepentingannya sendiri. Manajemen laba akan meningkatkan biaya agensi, karena manajer menjaga kepentingannya dengan menerbitkan laporan keuangan yang tidak menunjukkan gambaran ekonomi perusahaan secara akurat, sehingga shareholders atau stakeholders lainnya tidak dapat membuat keputusan investasi yang optimal.
Teori keagenan (agency theory) mengimplikasikan adanya asimetri informasi antara manajer sebagai agen dan pemilik (dalam hal ini adalah pemegang saham). Jensen dan Meckling (1976) menggambarkan hubungan agensi dimana terdapat kontrak yang menjadi landasan satu pihak (principal/pemilik) mempekerjakan pihak lain (agent) untuk mengelola perusahaan atas nama perusahaan. Menurut Scott (2009: 7-8) terdapat dua jenis asimetri informasi, yaitu; adverse selection dan moral hazard.
Penelitian ini memfokuskan pada akrual diskresioner karena akrual diskresioner memungkinkan manajer memberikan informasi privat dan meningkatkan kemampuan laba untuk mencerminkan nilai ekonomis perusahaan. Pada saat yang sama, akrual diskresioner sendiri memungkinkan manajer untuk terlibat dalam pelaporan yang oportunistik untuk memaksimalkan kemakmuran manajer sendiri. Auditor meningkatkan kredibilitas pelaporan akrual diskresioner dengan meminimalkan noise dalam akrual diskresioner yang dilaporkan dan oleh karena itu meningkatkan nilai informasi akrual diskresioner.
Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan
Wolk et al., (2008: 281-282) mendefiniskan tingkat pengungkapan sebagai berikut “Disclosure is concerned with information in both the financial statements and supplementary communications including footnote, poststatement events, managements discussion and analysis of operations for the forth coming year, financial and operating forecasts, the summary of significant accounting policies and additional financial statements covering segmental disclosure and extensions beyond historical costs”. Atas dasar definisi tersebut dapat dijelaskan bahwa tingkat pengungkapan laporan keuangan merupakan informasi yang ada di dalam laporan keuangan maupun komunikasi pelengkap yang mencakup catatan kaki, peristiwa setelah pelaporan, analisis manajemen tentang operasi yang akan datang, peramalan keuangan dan operasi, serta laporan keuangan tambahan.
Jenis pengungkapan dalam hubungannya dengan persyaratan yang ditetapkan standar ada dua, yaitu: pengungkapan wajib (mandatory disclosure) dan pengungkapan sukarela (voluntary disclosure). Pengungkapan wajib merupakan pengungkapan informasi yang diharuskan oleh peraturan yang berlaku, dalam hal ini adalah peraturan yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam). Pengungkapan sukarela merupakan pilihan bebas manajemen perusahaan untuk memberikan informasi akuntansi dan informasi lainnya yang dipandang relevan sebagai dasar untuk membuat keputusan oleh para pemakai laporan tahunan (Suripto dan Baridwan, 1999). Melalui pengungkapan sukarela diharapkan para pemakai laporan akan semakin lengkap informasinya dalam memahami kegiatan operasional perusahaan publik, serta dengan adanya pengungkapan sukarela semakin menunjukkan ketransparan keadaan perusahaan (Prayogi, 2003).
Menurut Sunarto (2003), kualitas pengungkapan laporan keuangan dihitung berdasarkan indeks pengungkapan laporan keuangan. Tingkat pengungkapan laporan keuangan dalam penelitian ini didasarkan atas indeks pengungkapan yang dideskripsikan oleh Benardi (2009). Indeks pengungkapan yang digunakan didasarkan atas informasi yang tersedia dalam laporan tahunan (annual report). Di Indonesia, pengungkapan dalam laporan keuangan baik yang bersifat wajib maupun sukarela telah diatur dalam PSAK No.1. Selain itu, pemerintah melalui Bapepam juga mengatur mengenai pengungkapan informasi dalam laporan tahunan perusahaan-perusahaan di Indonesia. Tuanakota (1983: 221) menyebutkan tiga macam pengungkapan (disclosure), yaitu: pengungkapan cukup (adequate disclosure), pengungkapan wajar (fair disclosure), pengungkapan penuh (full disclosure).
Pengungkapan yang tepat mengenai informasi yang penting bagi para investor dan pihak lainnya hendaknya bersifat; cukup, wajar dan penuh. Penelitian-penelitian empiris berkaitan dengan pengungkapan telah banyak dilakukan di Indonesia antara lain Suripto dan Baridwan (1999), mengembangkan dua dimensional definisi kualitas audit. Pertama, harus bisa mendeteksi salah saji material, dan kedua salah saji material harus dilaporkan. DeAngelo (1981) menteorikan bahwa KAP (Kantor Akuntan Publik) yang lebih besar melakukan audit lebih baik karena mereka mempunyai reputasi yang lebih baik. KAP yang lebih besar mempunyai sumber daya manusia lebih banyak, dan mereka bisa memperoleh karyawan yang lebih terampil. Auditor Big 5 seringkali dihubungkan dengan audit berkualitas tinggi daripada auditor non Big 5. Auditing merupakan bentuk monitoring yang digunakan oleh perusahaan untuk menurunkan biaya keagenan (agency cost) perusahaan dengan pemegang hutang (bondholder) dan pemegang saham (Jensen dan Meckling, 1976; Watts dan Zimmerman, 1986: 312). Nilai auditing timbul karena auditing menurunkan pelaporan yang salah (misreporting) atas informasi akuntansi. Proksi yang paling sering digunakan untuk kualitas audit adalah variabel dummy untuk anggota KAP Big 5 dan non Big 5, beberapa penelitian telah mendukung surogasi ini (Palmrose, 1988; Francis dan Wilson, 1988; DeFond, 1992; DeFond dan Jiambalvo, 1991, 1993; Davidson dan Neu, 1993).

Ukuran Perusahaan
Ukuran yang menunjukkan besar kecilnya suatu perusahaan, antara lain total penjualan, rata-rata tingkat penjualan, dan total aktiva. Pada umumnya perusahaan besar memiliki total aktiva yang besar pula sehingga dapat menarik investor untuk menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut dan akhirnya saham tersebut mampu bertahan pada harga yang tinggi (Wijaya, 2009).
Penelitian sebelumnya mengungkapkan bahwa terdapat hubungan positif antara ukuran perusahaan dengan manajemen laba (Lobo dan Zhou, 2001; DeFond dan Park, 1997) dimana perusahaan besar memiliki aktivitas operasional yang lebih kompleks sehingga memungkinkan dilakukannya manajemen laba. Field et al., (2001) menemukan bahwa ukuran perusahaan dan leverage secara signifikan mempengaruhi perubahan metode akuntansi. Dengan kata lain ukuran perusahaan dan leverage mempengaruhi perilaku manajemen laba.
Pengaruh ukuran perusahaan terhadap pengungkapan juga banyak ditemukan dibeberapa penelitian. Penelitian-penelitian yang menunjukkan pengaruh ukuran perusahaan terhadap pengungkapan diantaranya adalah hasil penelitian Wallace dan Naser (1995), Ahmed dan Courtis (1999), dan Fitriany (2001).
Pengembangan Hipotesis
Pengungkapan Laporan Keuangan dan Manajemen Laba
Asimetri informasi yang terjadi antara manajer dengan pemegang saham sebagai pengguna laporan keuangan menyebabkan pemegang saham tidak dapat mengamati seluruh kinerja dan prospek perusahaan secara sempurna. Pada saat situasi dimana pemegang saham memiliki informasi yang lebih sedikit dari manajer, manajer dapat memanfaatkan fleksibilitas yang dimilikinya untuk melakukan manajemen laba. Tingkat pengungkapan yang semakin mendekati pengungkapan penuh (full disclosure) akan mengurangi asimetri informasi yang terjadi antara manajer dan pengguna laporan keuangan. Sementara asimetri informasi merupakan kondisi yang dibutuhkan (necessary condition) untuk dilakukannya manajemen laba (Trueman dan Titman, 1988).
Glosten dan Milgrom (1985) mengatakan bahwa peningkatan informasi dalam pengungkapan laporan keuangan akan menurunkan asimetri informasi. Dengan demikian, peningkatan pengungkapan menyebabkan fleksibilitas manajer untuk melakukan manajemen laba akan berkurang karena berkurangnya asimetri informasi antara manajemen dengan pemegang saham dan pengguna laporan keuangan lainnya.
Beberapa penelitian pernah dilakukan tentang hubungan tingkat pengungkapan dan manajemen laba yaitu antara lain; Lobo dan Zhou (2001) yang menemukan bukti bahwa tingkat pengungkapan berkorelasi negatif dengan manajemen laba. Perusahaan yang tingkat pengungkapannya rendah cenderung lebih banyak melakukan pengelolaan laba dan perusahaan yang melakukan manajemen laba cenderung memiliki kualitas pengungkapan yang rendah.
Hal ini juga diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Siregar dan Bachtiar (2003) yang menemukan bukti bahwa manajemen laba dan tingkat pengungkapan memiliki hubungan yang negatif. Halim et al., (2005) menemukan bahwa manajemen laba berpengaruh signifikan positif pada tingkat pengungkapan laporan keuangan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak manajer melakukan manajemen laba, maka kemungkinan manajer mengungkapkan lebih banyak informasi dalam laporan keuangan semakin tinggi sejalan dengan perspektif efficient earnings management, dan tingkat pengungkapan berpengaruh signifikan negatif pada manajemen laba sejalan dengan perspektif opportunistic earnings management. Pembahasan ini menghasilkan hipotesis penelitian pertama yaitu: H1: Tingkat pengungkapan laporan keuangan berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.
Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan, Manajemen Laba dan Kualitas Audit
Laporan keuangan merupakan bentuk pertanggungjawaban manajemen kepada pemegang saham khususnya dan calon investor pada umumnya. Laporan keuangan memberikan informasi yang berguna kepada para pengguna laporan keuangan pada umumnya untuk pembuatan keputusan.
Auditing mengurangi asimetri informasi yang ada antara manajemen dan stakeholders perusahaan dengan memungkinkan pihak di luar perusahaan untuk memverifikasi validitas laporan keuangan. Efektifitas auditing dan kemampuannya untuk mencegah manajemen laba diharapkan akan bervariasi dengan kualitas auditor.
Kualitas audit biasanya dikaitkan dengan ukuran auditor yaitu Big dan non Big. Auditor Big dianggap memiliki kualitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan auditor non Big. Auditor yang diklasifikasikan sebagai Big juga dianggap akan lebih mampu membatasi praktek manajemen laba dibandingkan dengan auditor non Big. Hal ini dibuktikan oleh penelitiannya DeAngelo (1981) yang menganalisis hubungan antara kualitas audit dan ukuran auditor. Hasil penelitian menyatakan bahwa auditor besar (Big¬audit) lebih berkualitas dibanding dengan auditor ukuran kecil (non-Big audit). Kecakapan profesional auditor ukuran besar lebih memiliki kemampuan teknikal untuk menemukan pelanggaran dalam sistem akuntansi kliennya dibandingkan dengan auditor ukuran kecil.
Beberapa penelitian dilakukan untuk menguji apakah ada pengaruh antara kualitas auditor dengan luas pengungkapan yaitu antara lain; Lee et al., (1999) dan Hughes (1986) yang menemukan bahwa semakin tinggi kualitas auditor maka akan meningkatkan tingkat pengungkapan laporan keuangan. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Subroto (2003) dan Benardi (2009) yang menyatakan bahwa ukuran KAP (auditor) berpengaruh positif terhadap variasi luas pengungkapan yang dilakukan oleh perusahaan.
Becker et al., (1998) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara kualitas audit dan manajemen laba. Auditor diharapkan dapat membatasi dan mengurangkan praktik manajemen laba serta membantu untuk meningkatkan kepercayaan pemegang saham dan pengguna laporan keuangan. Penelitian yang menguji hubungan kualitas audit dengan manajemen laba banyak dilakukan, antara lain; Krishnan (2002) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara stock return dan discretionary accrual yang lebih besar untuk perusahaan yang diaudit Big 6 dari perusahaan yang diaudit non Big 6. Ebrahim (2001) menyatakan bahwa kualitas audit mempunyai hubungan negatif dengan manajemen laba. Hal ini sejalan dengan penelitian Meutia (2004) yang menemukan bahwa terdapat hubungan negatif antara kualitas audit dengan absolute discretionary accrual, dimana KAP Big 5 lebih berkualitas dalam mendeteksi berlakunya manajemen laba di dalam suatu perusahaan. Pembahasan ini menghasilkan hipotesis kedua yaitu: H2: Semakin tinggi tingkat
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian penjelasan (explanatory). Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yang merupakan penelitian dengan penekanan pada pengujian teori-teori melalui pengukuran variabel-variabel penelitian secara angka dan melakukan analisis data dengan prosedur statistik (Indriantoro dan Supomo, 2002: 12).
Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan Manufaktur yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia selama periode 2008 sampai 2009. Perusahaan Manufaktur yang tercatat di Bursa Efek Indonesia tahun 2008 sampai 2009 sebanyak 135 perusahaan. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling method, dengan tujuan untuk mendapatkan sampel yang representatif sesuai dengan kriteria yang ditentukan.
Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 72 perusahaan yang terdiri dari 31 perusahaan yang diaudit oleh KAP Big 4 dan 41 perusahaan yang diaudit oleh KAP non Big 4. Jadi jumlah data terobservasi diperoleh sebanyak 144 observasi.
Metode Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berasal dari Indonesia Stock Exchange (IDX), Fact Book tahun 2010, situs resmi BEI (www.idx.co.id) dan Indonesian Capital Market Directory (ICMD). Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik dokumentasi dimana metode dokumentasi memuat kejadian masa lalu (Indriantoro dan Supomo, 2002: 147) dan studi literatur.
Definisi Konseptual dan Operasional Variabel
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah manajemen laba. Variabel independen penelitian adalah tingkat pengungkapan laporan keuangan, variabel moderasi penelitian adalah kualitas audit, dan variabel kontrolnya adalah ukuran perusahaan. Berikut ini adalah uraian dari variabel¬variabel tersebut di atas.
Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan
Tingkat pengungkapan laporan keuangan merupakan pengungkapan laporan tahunan yang terdiri atas pengungkapan keuangan dan bukan keuangan (Benardi, 2009). Untuk mengukur tingkat pengungkapan laporan keuangan dapat diproksikan dengan indeks pengungkapan. Daftar item pengungkapan yang digunakan dalam penelitian ini secara umum merujuk pada penelitian Wallace et al., (1994), Meek et al., (1995), Fitriany (2001) dan Subiyantoro (1997) seperti yang digunakan oleh Benardi (2009), dimana peraturan skoring indeks pengungkapan adalah sebagai berikut.
1. Pemberian skor untuk setiap item pengungkapan dilakukan secara dikotomi, dimana item yang diungkapkan diberi nilai satu sementara jika item tersebut tidak diungkapkan diberi nilai nol. Dalam pemberian skor ini tidak ada pembobotan atas item pengungkapan.
2. Skor yang diperoleh tiap perusahaan dijumlahkan untuk mendapatkan skor total.
3. Penghitungan indeks pengungkapan (IP) tiap perusahaan dilakukan dengan cara membagi skor total tiap perusahaan dengan skor total yang diharapkan.
Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan merupakan ukuran yang menggambarkan skala perusahaan pada periode tertentu. Besaran perusahaan atau skala perusahaan adalah ukuran perusahaan yang ditentukan dari jumlah total aset yang dimiliki perusahaan (Mpaata dan Sartono, 1997).
Ukuran perusahaan dalam penelitian ini diproksikan dengan log natural total aktiva. Total aktiva digunakan karena menunjukkan besarnya sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan, kemampuan memasuki pasar modal dan memperoleh penilaian kredit yang besar (Benardi, 2009).
Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Moderated Regression Analysis (MRA). MRA menggunakan pendekatan analitik yang mempertahankan integritas sampel dan memberikan dasar untuk mengontrol pengaruh variabel moderator (Ghozali, 2009: 203). Teknik ini dipilih karena penelitian ini dirancang untuk menguji pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dengan dimoderasi oleh variabel pemoderasi.
keuangan dengan kualitas audit, NDAC dan DAAC ditentukan dengan menggunakan cross-sectional modified Jones (1991) Model.
Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, nilai maksimum dan nilai minimum.
Uji Asumsi Klasik
Pengujian asumsi klasik digunakan untuk menguji apakah persamaan regresi yang telah ditentukan merupakan persamaan yang dapat menghasilkan estimasi yang tidak bias. Uji asumsi klasik ini terdiri dari:
  1. Uji Normalitas
data digunakan dengan tujuan untuk mengetahui bahwa penaksir yang digunakan dalam model analisis tidak bias dan konsisten dimana dengan meningkatnya ukuran sampel secara tidak terbatas, penaksir mengarah ke (converage) nilai populasi yang sebenarnya. Model regresi yang baik adalah distribusi datanya normal atau mendekati normal. Uji normalitas data menggunakan analisis grafik dan uji statistik Kolmogorov Smirnov.
2. Uji Multikolinearitas
kondisi yang menunjukkan satu atau lebih variabel independen terdapat korelasi dengan variabel independen lainnya. Dengan demikian dalam multikolinearitas terdapat korelasi yang sempurna atau pasti diantara beberapa variabel independen di dalam model regresi. Adanya multikolinearitas dapat dilihat dari tolerance value atau nilai variance, Variance Inflation Factor (VIF). Batas dari nilai tolerance adalah 0,01 dan batas VIF adalah 10. Apabila nilai tolerance dibawah 0,01 atau nilai VIF diatas 10 maka terjadi multikolinearitas.
3. Uji Autokorelasi
Uji autokoreIasi bertujuan menguji apakah dalam suatu model regresi linear ada korelasi antar kesalahan penganggu (residual) pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi maka dinamakan ada problem autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lain. Masalah ini timbul karena residual (kesalahan penganggu) tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya. Gangguan autokorelasi dapat dilihat dengan menggunakan uji Durbin Watson (Ghozali, 2009: 79). Apabila nilai DW lebih besar dari batas atas (du) dan kurang dari 4 – du, maka dapat disimpulkan tidak terdapat autokorelasi.
4. Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas merupakan suatu varian pengganggu yang tidak mempunyai varian yang sama untuk setiap observasi, sehingga mengakibatkan penaksiran regresi yang tidak efisien. Salah satu cara untuk menguji adanya heteroskedatesitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik plot Scatterplot antara variabel terikat dengan residualnya. Apabila pola pada grafik yang ditunjukkan dengan titik-titik membentuk suatu pola tertentu maka telah terjadi heteroskedatesitas dan sebaliknya apabila titik-titik grafik tidak membentuk suatu pola tertentu maka tidak terjadi heteroskedatisitas.
Pengujian Hipotesis
Ketepatan fungsi regresi sampel dalam menafsir nilai aktual dapat diukur dari goodness of fit. Secara statistik, goodness of fit setidaknya dapat diukur dari nilai koefisien determinasi, nilai statistik F dan nilai statistik t (Ghozali, 2002: 83).
1. Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi (R2) bertujuan mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menjelaskan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi antara satu dan nol.
2. Uji Keberartian Model (Uji statistik F)
Uji statistik F menunjukkan apakah semua variabel independen atau bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh terhadap variabel dependen. Untuk menguji apakah semua parameter dalam model merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen digunakan hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatif (Ha).
3. Uji Koefisien Regresi (Uji statistik t)
Uji statistik t digunakan untuk menguji signifikansi konstanta setiap variabel independen. Apabila tingkat signifikansi yang diperoleh (p-value) lebih kecil dari 0,05 maka Ho dapat ditolak atau dengan α = 5% variabel independen tersebut berhubungan secara statistis terhadap variabel dependennya. Pengujian koefisien regresi masing Kriteria pengambilan keputusan dilakukan dengan membandingkan nilai probabilitas statistik t (nilai p) dengan tingkat signifikansi yang ditetapkan sebesar 5%. Jika nilai probabilitas statistik t lebih kecil dari tingkat signifikansi 5%, maka H0 ditolak dan Ha diterima, dan hal ini menyatakan bahwa suatu variabel independen secara individual mempengaruhi variabel dependen.
3.5.4 Pengujian terhadap Problem Endogeneity
Pengujian terhadap problem endogeneity ini dilakukan karena dikhawatirkan variabel independen bisa berubah posisi menjadi variabel dependen dan sebaliknya karena adanya hubungan sebab akibat. Untuk memastikan bahwa dalam penelitian ini tidak terjadi problem endogeneity yaitu tingkat pengungkapan laporan keuangan yang merupakan variabel independen bisa berada diposisi sebagai variabel dependen maka peneliti akan me-lag-kan 1 tahun indeks pengungkapan laporan keuangan dari tahun observasi, sehingga dapat diketahui bahwa tingkat pengungkapan laporan keuangan memang benar dan konsisten sebagai variabel independen pada tahun pengamatan tersebut.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Obyek Penelitian
Obyek penelitian ini adalah perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2009. Jumlah perusahaan Manufaktur yang secara berturut-turut terdaftar di BEI tahun 2008-2009 adalah sebanyak 135 perusahaan. Berdasarkan hasil dari purposive sampling method yang dilakukan maka diperoleh jumlah sampel sebanyak 72 perusahaan, dimana 31 perusahaan diaudit oleh KAP Big 4 dan 41 perusahaan diaudit KAP non Big 4, sehingga data terobservasi yang diperoleh selama 2 tahun pengamatan sebanyak 144 observasi. Adapun rincian nama-nama perusahaan yang dijadikan sampel dapat di lihat pada lampiran 2.
Statistik Deskriptif
Data penelitian menggunakan empat variabel, yang terdiri dari 3 variabel numerik dan 1 variabel kategori yaitu kualitas audit. Pengukuran statistik deskriptif dalam penelitian ini untuk variabel numerik berupa nilai minimum dan maksimum, nilai rata¬rata serta deviasi standar. Tabel 4.1a menyajikan statistik deskriptif untuk variabel numerik yaitu manajemen laba, tingkat pengungkapan laporan keuangan dan ukuran perusahaan yang berupa nilai minimum dan maksimum, nilai rata-rata serta deviasi standar.

Hasil Pengujian dan Pembahasan Variabel Kontrol
Penelitian ini menggunakan variabel kontrol ukuran perusahaan (SIZE). Berdasarkan hasil pengujian terhadap variabel kontrol dihasilkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan positif secara statistik antara ukuran perusahaan dan manajemen laba. Hal ini terbukti dari hasil uji regresi seperti yang dapat dilihat pada tabel 4.3 yang menunjukkan bahwa nilai p ukuran perusahaan sebesar 0,043 (signifikan pada α=5%), nilai t sebesar 2,038 serta nilai koefisien regresi sebesar 0,030 (positif). Hasil ini mengindikasikan bahwa semakin besar perusahaan, semakin kompleks operasionalnya dan semakin banyak kesempatan bagi manajer untuk melakukan manajemen laba melalui dasar akrual.
Penelitian ini mendukung hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Moses (1987), Michelson et al., (1995), Lobo dan Zhou (2001) serta Defond dan Park (1997), yang menemukan bahwa perusahaan¬perusahaan besar memiliki insentif yang lebih besar untuk merubah pendapatan dibandingkan dengan perusahaan¬perusahaan kecil, dimana perusahaan besar memiliki aktivitas operasional yang lebih kompleks sehingga memungkinkan dilakukannya manajemen laba.

problem endogeneity ini dilakukan untuk menyakinkan peneliti bahwa hasil penelitian ini tidak bias, dimana posisi variabel independen dan juga variabel dependen dalam penelitian ini benar-benar konsisten menjadi variabel independen dan dependen dalam tahun pengamatan. Hal ini terbukti dari hasil pengujian yang dilakukan terhadap problem endogeneity dengan me-lag¬kan 1 tahun variabel independennya yaitu tingkat pengungkapan laporan keuangan. Berdasarkan hasil uji statistik pada lampiran 5 di dapatkan hasil bahwa tingkat pengungkapan laporan keuangan konsisten berpengaruh signifikan negatif terhadap manajemen laba sehingga dapat disimpulkan tidak terjadi problem endogeneity.
Implikasi Hasil Penelitian
Berdasarkan analisis dan pembahasan hasil penelitan, penelitian ini secara umum mendukung teori keagenan (agency theory). Tingginya tuntutan terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan yang diungkapkan oleh pihak manajer terhadap pihak-pihak yang membutuhkan informasi perusahaan ini adalah untuk mencegah terjadinya tindakan-tindakan yang dapat merugikan perusahaan dan juga pengguna laporan keuangan, misalnya saja dengan melakukan manajemen laba yang dilandasi oleh sifat oportunistik dari pihak manajer.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ketika manajer menggungkapkan informasi yang relatif tinggi maka tindakan manajemen laba akan cenderung semakin kecil, hal ini juga berarti bahwa jika perusahaan itu mengungkapkan sedikit informasi maka manajemen labanya akan semakin tinggi. Hal inilah yang mengindikasikan betapa pentingnya pengungkapan yang mendekati full disclosure yang dibutuhkan oleh pihak-pihak yang membutuhkan informasi perusahaan untuk mencegah terjadinya asimetri informasi yang kemudian akan memancing terjadinya manajemen laba.
Hasil penelitian ini juga membuktikan bahwa keterlibatan profesi akuntan juga mempunyai peran yang penting. Kualitas audit yang biasanya diklasifikasikan terhadap Big 4 dan non Big 4 merupakan satu ukuran yang cukup penting dalam menilai validitas informasi yang disajikan dalam laporan keuangan.
Implikasi lain dari penelitian ini bagi pengatur ataupun pembuat standar akuntansi adalah semakin minimum pengungkapan yang diwajibkan untuk perusahaan dapat memainkan peran yang penting atas kemampuan perusahaan untuk melakukan manajemen laba. Oleh karena itu, hasil penelitian ini mendukung upaya Bapepam untuk memberikan prasyarat tingkat pengungkapan yang lebih ketat pada perusahaan yang menjual sahamnya di bursa. Bapepam memberikan prasyaratan yang lebih banyak bagi perusahaan yang ingin menjual sahamnya di bursa saham. Semakin lengkap dan luas tingkat pengungkapan akan memberikan efek berkurangnya fleksibilitas manajer untuk melakukan manajemen laba. Selain itu dengan membatasi diskresi pada standar akuntansi keuangan akan meningkatkan tingkat keinformatifan dari laba, karena hal ini dapat membatasi manajemen laba sehingga

V. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penelitian ini menguji pengaruh tingkat pengungkapan laporan keuangan terhadap manajemen laba dengan kualitas audit sebagai variabel pemoderasi. Studi ini dilakukan pada perusahaan-perusahaan Manufaktur yang go public di Indonesia selama periode 2008-2009. Berdasarkan analisis dan pembahasan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa tingkat pengungkapan laporan keuangan berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Semakin tinggi tingkat pengungkapan laporan keuangan maka semakin menekan tindakan manajemen laba. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Lobo dan Zhou (2001), Siregar dan Bachtiar (2003) serta Halim et al., (2005), yang menyatakan bahwa tingkat pengungkapan laporan keuangan berpengaruh negatif terhadap manajemen laba sejalan dengan perspektif opportunistic earnings managment. Hasil lain dari penelitian ini mengungkapkan bahwa interaksi antara tingkat pengungkapan laporan keuangan dengan kualitas audit tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Hal ini berarti kualitas audit tidak dapat berfungsi sebagai variabel yang memoderasi pengaruh tingkat pengungkapan laporan keuangan terhadap manajemen laba. Walaupun secara parsial kualitas audit itu berpengaruh signifikan negatif terhadap manajemen laba. Hal ini disebabkan antara lain karena pengauditan itu sendiri memang tidak ditujukan untuk mendeteksi manajemen laba akan tetapi untuk meningkatkan kredibilitas laporan keuangan. Rendahnya tuntutan litigasi yang dihadapi oleh KAP membuat pengawasan yang dilakukan oleh KAP menjadi semakin tidak maksimal. Selain itu, faktor lain yang juga cukup berperan adalah adanya hubungan saling ketergantungan antara manajemen dan KAP sehingga kondisi ini membuat pengawasan yang dilakukan auditor terhadap perusahaan (manajemen) menjadi tidak maksimal.
Ukuran perusahaan sebagai variabel kontrol dalam penelitian ini juga berpengaruh positif terhadap manajemen laba. Penelitian ini mendukung hasil penelitian Moses (1987), Michelson et al., (1995), Lobo dan Zhou (2001) serta Defond dan Park (1997), yang menemukan bahwa perusahaan-perusahaan besar memiliki insentif yang lebih besar untuk merubah pendapatan dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan kecil, dimana perusahaan besar memiliki aktivitas operasional yang lebih kompleks sehingga memungkinkan dilakukannya manajemen laba.
Saran-saran
1. Pemerintah melalui Bapepam dapat memperketat peraturan mengenai standar minimum yang harus diungkapkan oleh pihak perusahaan untuk meningkatkan kebermanfaatan informasi sehingga dapat mencegah perilaku yang dapat merugikan perusahaan dan pihak lain dalam jangka panjang.
2. Perusahaan lebih meningkatkan transparansi dan akuntabilitas melalui pengungkapan laporan keuangan yang semakin tinggi sehingga diharapkan dapat mencegah perilaku oportunistik yang dilakukan oleh manajer serta meningkatkan kepercayaan investor terhadap perusahaan.
3. Kantor akuntan publik dapat meningkatkan kualitas auditornya untuk menjadi auditor yang independen dan dapat menghasilkan audit yang berkualitas serta dapat mendeteksi dan melaporkan salah saji material dalam laporan keuangan perusahaan.


Angga Ardyana Putra
3203012017




0 komentar:

Posting Komentar

Arsip Blog